Masih terbayang pada tahun 1971, ketika saya berumur 9 tahun, dan duduk di kelas 3 SD, ayah meninggal dunia. Dan pemilik rumah yang kami tinggali mengusir kami dengan kasar karena kontraknya sudah habis.
Ibu saya dan kesembilannya anaknya yang masih muda keluar dari rumah itu tanpa tujuan. Keadaan begitu sulit dan pedih, tetapi ibu saya tetap tegar.
Sejak saat itulah ibu saya bekerja keras untuk membiyayai kesembilan anaknya sampai bisa mandiri dengan membuat dan memasarkan pakaian sampai keluar kota
Oleh karena itu saya ingin mengatakan bahwa banyak orang hebat di dunia ini, tetapi yang paling saya kagumi adalah ibu saya, karena di dalam kesulitan dan penderitaan apapun ibu tidak pernah mengeluh dan tidak pernah menyerah.
Waktu masih kecil saya sering melihat teman-teman saya mempunyai apa yang tidak saya miliki. Memiliki pakaian yang bagus, sepatu baru, dan uang saku yang cukup.
Oleh karena itu, saya mengetahui dan memahami benar apa artinya kemiskinan, kesulitan, bagaimana rasanya dihina orang lain, dan berada di dalam keterasingan.
Semakin banyak kita mengalami penderitaan, tidak seharusnya membuat kita menjadi loyo, justru sebaliknya, hidup kita semakin berisi dan mempunyai kekuatan dan modal untuk menghibur orang lain.
Melaui pengalaman hidup saya itu, khususnya dalam hal pelayanan, pekerjaan, keluarga, saya belajar satu hal, yaitu pada saat kesulitan datng bertubi-tubi, pertanyaan saya adalah,”Tuhan, sebenarnya apa yang Engkau mau? Apakah kehendak-Mu melalui kesulitan ini?”
Berarti, jika seorang anak yang masih muda sudah mengalami beban yang barat dan hidup yang susah, dikemudian hari ia akan merasakan nikmat seumur hidup. Tetapi bila sejak kecil seorang anak selalu dimanja, dan apapun yang ia minta selalu diberikan, kelak ia akan merasa susah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar